Pungguk Merindukan Bulan
Suatu ketika, hiduplah seorang wanita tua yang bernama Mbok
Iyem. Beliau hidup dengan putra semata wayangnya, Pungguk. Di panggil Pungguk
karena tulang belakangnya mengalami kelainan, menonjol ke belakang, sehingga ia
tak mampu berjalan tegak. Karena kekurangannya itu dia dikucilkan teman-teman
sepermainannya, dan jarang bersosialisasi dengan warga desa lainnya.
Setiap hari Pungguk dan Mbok Iyem pergi kehutan, mencari
kayu bakar dan rempah-rempah untuk dijual. Setelah mendapatkan kayu dan
rempah-rempah, Pungguk menjualnya ke pasar, dalam prjalannya ke pasar dia
selalu mengambil jalan yang jauh, menghindari oarng-orang desa karena dia tak
mau diolok-olok. Saat melewati persawahan padi, dia terpesona oleh seorang
gadis cantik yang sedang duduk bermain sitar di pinggir sawah, Pungguk dibuat
kaku olehnya “Cantik sekali gadis itu” gumamnya. Saat gadis itu hendak berdiri,
ia terpeleset, dengan sigap Pungguk pun menolongnya. Awalnya gadis itu takut
kepadanya, namun dia menyadari yang telah menolongnnya itu adalah manusia bukan
setan, ucapan terimakasihpun diberikannya pada Pungguk “Terimakasih mas telah
menolongku, kenalkan namaku Yosita”. Bibir Pungguk kaku tak mampu berkata-kata,
lalu ia pergi meninggalkan Yosita.
Setiap malam tiba ia terus membayangkan wajah Yosita,
“Cantiknya gadis itu bak sinar rembulan yang indah di langit gelap, andai saja
aku bisa mendapatkannya”, saat sedang asik melamun Mbok Iyem menghampiri “Lagi
ngapain to le? Kok melamun di luar.” Pungguk hanya mesam-mesem tanpa kata.
Siang harinya Pungguk bertemu Yosita di tempat yang sama,
dan kemudian Yosita menghentikan langkahnya, Yosita mengajaknya berkenalan dan
memberikan gethuk singkong sebagai tanda terimakasih. Sejak saat itu mereka
menjadi akrab dan berteman, Pungguk sangat senang karena ia bisa dekat dengan
Yosita.
Setelah lama dekat Pungguk pun memberanikan diri menyatakan
perasaannya “Ta, sebenerenya aku tresna karo kowe”. Yosita terkejut
mendengarnya “Ngapunten mas, aku cuman menganggap kita sebatas teman saja, tidak
ada perasaan lebih di hati Sita buat mas.” Dengan sopan Yosita menolak. Pungguk
hanya terdiam, hatinya remuk dan kecewa, dikiranya selama ini Yosita juga
menyukainya.
Sejak itu setiap malam Pungguk termenung di depan rumah
melihat senyum sinis rembulan, “kamu itu mbok ya jangan ngimpi bisa dapetin
Yosita si kembang desa itu, inget le kamu itu siapa? Ngak pantes sama dia”
Nasehat Mbok Iyem, “Apa salah to mbok kalau aku cinta sama dia?”, “Bukannya
salah le, mbok Cuma ngak mau kamu itu sakit hati, mengejar impian yang ngak
mungkin tergapai. Bagai Pungguk merindukan Bulan” Namun Pungguk tak
menghiraukan nasehat ibunya, ia bersikukuh tetap ingin melamar Yosita.
Nasib malang Pungguk, ketika ia datang ke rumah Yosita untuk
melamarnya, ternyata disana sedang berlangsung resepsi pernikahan Yosita dengan
Bagus, anak pak Lurah. Makin hancur hatinya ketika ia melihat Yosita duduk di
pelaminan berdampingan dengan lelaki yang bukan dia. Pungguk lari ke hutan ia
melampiaskan kesedihannya menyendiri di dalam gua. Berhari-hari ia tak pulang,
Mbok Iyem cemas mencarinya dan menunggunya pulang. Pagi harinya Mbok Iyem
mencarinya ke gua, dan menemukan Pungguk terbaring lemas di lantai gua, hatinya
miris melihat anaknya seperti itu.
Hari terus berlalu, Yosita sudah menimang anak hasil
pernikahannya dan hidup bahagia dengan keluarga kecilnny. Sementara itu Pungguk
masih sakit, tak mau makan dan minum selama berhari-hari dan saat purnama penuh
Pungguk pergi dengan hembusan nafas terakhirnya dengan menyebut nama “Yosita”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar