Sabtu, 15 Maret 2014

Cerpen Pungguk Merindukan Bulan

Pungguk Merindukan Bulan

Suatu ketika, hiduplah seorang wanita tua yang bernama Mbok Iyem. Beliau hidup dengan putra semata wayangnya, Pungguk. Di panggil Pungguk karena tulang belakangnya mengalami kelainan, menonjol ke belakang, sehingga ia tak mampu berjalan tegak. Karena kekurangannya itu dia dikucilkan teman-teman sepermainannya, dan jarang bersosialisasi dengan warga desa lainnya.
Setiap hari Pungguk dan Mbok Iyem pergi kehutan, mencari kayu bakar dan rempah-rempah untuk dijual. Setelah mendapatkan kayu dan rempah-rempah, Pungguk menjualnya ke pasar, dalam prjalannya ke pasar dia selalu mengambil jalan yang jauh, menghindari oarng-orang desa karena dia tak mau diolok-olok. Saat melewati persawahan padi, dia terpesona oleh seorang gadis cantik yang sedang duduk bermain sitar di pinggir sawah, Pungguk dibuat kaku olehnya “Cantik sekali gadis itu” gumamnya. Saat gadis itu hendak berdiri, ia terpeleset, dengan sigap Pungguk pun menolongnya. Awalnya gadis itu takut kepadanya, namun dia menyadari yang telah menolongnnya itu adalah manusia bukan setan, ucapan terimakasihpun diberikannya pada Pungguk “Terimakasih mas telah menolongku, kenalkan namaku Yosita”. Bibir Pungguk kaku tak mampu berkata-kata, lalu ia pergi meninggalkan Yosita.
Setiap malam tiba ia terus membayangkan wajah Yosita, “Cantiknya gadis itu bak sinar rembulan yang indah di langit gelap, andai saja aku bisa mendapatkannya”, saat sedang asik melamun Mbok Iyem menghampiri “Lagi ngapain to le? Kok melamun di luar.” Pungguk hanya mesam-mesem tanpa kata.
Siang harinya Pungguk bertemu Yosita di tempat yang sama, dan kemudian Yosita menghentikan langkahnya, Yosita mengajaknya berkenalan dan memberikan gethuk singkong sebagai tanda terimakasih. Sejak saat itu mereka menjadi akrab dan berteman, Pungguk sangat senang karena ia bisa dekat dengan Yosita.
Setelah lama dekat Pungguk pun memberanikan diri menyatakan perasaannya “Ta, sebenerenya aku tresna karo kowe”. Yosita terkejut mendengarnya “Ngapunten mas, aku cuman menganggap kita sebatas teman saja, tidak ada perasaan lebih di hati Sita buat mas.” Dengan sopan Yosita menolak. Pungguk hanya terdiam, hatinya remuk dan kecewa, dikiranya selama ini Yosita juga menyukainya.
Sejak itu setiap malam Pungguk termenung di depan rumah melihat senyum sinis rembulan, “kamu itu mbok ya jangan ngimpi bisa dapetin Yosita si kembang desa itu, inget le kamu itu siapa? Ngak pantes sama dia” Nasehat Mbok Iyem, “Apa salah to mbok kalau aku cinta sama dia?”, “Bukannya salah le, mbok Cuma ngak mau kamu itu sakit hati, mengejar impian yang ngak mungkin tergapai. Bagai Pungguk merindukan Bulan” Namun Pungguk tak menghiraukan nasehat ibunya, ia bersikukuh tetap ingin melamar Yosita.
Nasib malang Pungguk, ketika ia datang ke rumah Yosita untuk melamarnya, ternyata disana sedang berlangsung resepsi pernikahan Yosita dengan Bagus, anak pak Lurah. Makin hancur hatinya ketika ia melihat Yosita duduk di pelaminan berdampingan dengan lelaki yang bukan dia. Pungguk lari ke hutan ia melampiaskan kesedihannya menyendiri di dalam gua. Berhari-hari ia tak pulang, Mbok Iyem cemas mencarinya dan menunggunya pulang. Pagi harinya Mbok Iyem mencarinya ke gua, dan menemukan Pungguk terbaring lemas di lantai gua, hatinya miris melihat anaknya seperti itu.

Hari terus berlalu, Yosita sudah menimang anak hasil pernikahannya dan hidup bahagia dengan keluarga kecilnny. Sementara itu Pungguk masih sakit, tak mau makan dan minum selama berhari-hari dan saat purnama penuh Pungguk pergi dengan hembusan nafas terakhirnya dengan menyebut nama “Yosita”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar